Pepe & The Flying Balloon

Diterjemahkan dan Diilustrasikan oleh Melissa Sunjaya

 Dua tikus pemberani bernama Hiro dan Sur hidup berpetualang di tengah kota Jakarta. Walaupun tubuhnya kecil, mereka bersikeras untuk menyelamatkan anak-anak jalanan. Terkadang mereka tidur di bawah atap rumah tempat mereka mencuri makanan untuk anak-anak itu. Mereka juga suka bermalam di pabrik pakaian, tempat Sur menjahit selendang dari sisa kain. Tapi mereka paling sering berada di bawah jembatan stasiun Kota Tua. Di sana ada sekitar 20 sampai 30 anak terlantar yang mencari tempat berteduh. Tempat itu kotor dan lembab, namun di sana mereka menemukan rasa kemanusiaan yang paling dalam. Saat anak-anak tidur, Hiro menyelimuti mereka dengan selendang buatan Sur dan menaruh makanan di samping mereka. Tidak ada yang pernah mengetahui siapa pelindung mereka sesungguhnya.
 
Banyak anak tanpa nama datang ke sudut gelap ini. Sebagian lalu pergi mengikuti nasib. Sebagian lagi mengalami kisah tragis. Suatu hari, seorang anak berkepala botak datang tertatih-tatih. Kulit kusam dan tubuh kurusnya menyerupai anak lelaki. Saat menatap matanya, Sur tahu bahwa anak ini adalah seorang gadis. Wajahnya menyiratkan kemarahan, ketakutan, kehilangan, dan kesedihan, tetapi matanya memancarkan kekuatan Srikandi – dewi ksatria dalam kisah Jawa kuno. Dia bersikap seperti anak lelaki untuk bertahan dari kerasnya hidup di jalanan. Sepertinya ia tengah melarikan diri dari sesuatu. Bibirnya pucat  dan tubuhnya bergetar karena kelelahan. Gadis ini tertidur di dalam kardus bekas yang Hiro bawa dari pabrik. Sur pun jatuh hati dengan semangat juang gadis ini.
 
Sur duduk dan mulai membuat boneka kecil sambil menyenandungkan lagu pengantar tidur. Ia memiliki kekuatan ajaib ketika menjahit. Setiap jahitannya dilakukan dengan harapan tulus bagi anak itu. Ketika Sur menyelesaikan bonekanya, sebuah bintang jatuh dari langit. Bintang itu terpecah menjadi kunang-kunang yang datang menyelimuti boneka itu dengan kehangatan dan menganugerahinya dengan sebuah senyuman. Sur menamakan boneka ini ‘Pepe’. Ditaruhnya Pepe dengan mesra di pelukan sang gadis, dan sentuhan kebahagiaan memenuhi wajah anak itu seakan sedang memasuki mimpi yang sangat indah. Sekumpulan kunang-kunang berkelip di atasnya dan membentuk bayangan mimpinya.
 
Di dalam mimpinya, gadis itu menemukan dirinya sedang berlari di tengah hutan dengan menggunakan gaun bermotif bunga Bougainvillea. Lalu ia bertemu Pepe – boneka jenaka yang memiliki hati manusia. Pepe menyukai musik jazz dan bermain terompet seperti musisi hebat lainnya. Musik yang dimainkan mengeluarkan mantra yang dapat mengubah impian menjadi kenyataan. Ia mendengarkan cerita gadis itu dan membuatnya tertawa, sesuatu yang telah lama tidak dirasakan gadis itu.
 
Gadis kecil itu memeluk Pepe dan berkata, “Aku telah lama mengejar kaki langit, berlari dari raksasa yang menghantuiku. Takdir telah membawaku padamu, supaya untuk sesaat aku bisa merasakan kehangatan dan kelembutan. Kumohon bawa aku pergi dari kegelapan ini. Aku ingin terbang dan berada di mana aku bisa berhenti bersandiwara dan menjadi diriku sendiri.”
 
Pepe menggenggam tangannya dan menatap matanya. Sembari menyiulkan melodi yang sedih, sebuah balon tiba-tiba muncul. Gadis itu duduk di atas balon yang naik perlahan ke angkasa. Dengan bantuan layang-layang, mereka mengikuti angin yang membawanya dari hutan rimba, menyeberangi gunung, melewati gedung-gedung pencakar langit, dan menembus awan. Dari ketinggian ini, sang gadis melihat berbagai orang menjalani kehidupan yang berbeda. Beberapa menikmati masa bahagia, sementara yang lain menghadapi nasib yang lebih buruk darinya. Dia sadar bahwa dia dapat mewarnai hidup seperti impiannya dan melukis kaki langit tanpa harus mengejarnya. Kesedihan dan raksasa yang menyeramkan hanya ada di pikirannya, bukan sesuatu yang nyata. Kini setelah melihat dari sudut pandang yang baru, dia merasa lebih baik.
 
Sang gadis sedang berada di puncak dunianya saat Pepe memberi kecupan hangat, pergi terbang, dan menghilang di balik bulan. Kekasihnya tidak terlihat lagi. Balon udara itu turun begitu cepat sehingga sulit dikendalikan. Nafasnya tersenggal dan dunia kembali menjadi menyeramkan. Dia mengumpulkan sisa keberaniannya lalu meluncur dari atas balon udara. Gaunnya menjadi parasut yang membawanya mendarat dengan anggun. Saat menyentuh tanah, ia terbangun dari mimpinya sambil menggenggam Pepe yang kini berada di dalam pelukannya.