The New East Indies
Artist-Illustration Edition
Ditulis oleh Melissa Sunjaya
Ilustrasi oleh Melissa Sunjaya
Mungkin aku menulis sebuah utopia yang sangat kontras dengan kandang neraka yang kebanyakan orang hadapi. Namun aku sendiri telah mengalami, bahwa di tengah kekacauan dan ketidakwarasan, berimajinasi tentang suatu nirwana akan memberikan lebih banyak ide yang berguna ketimbang hanya meratapi realita. Biarkan diriku berbagi tentang pelampung yang pernah menyelamatkan jiwaku. Di saat jiwa ini hampir tenggelam, aku justru membiarkan diriku hanyut ke dalam warna-warna emosi dan pemikiran surealis, supaya aku mendapat suatu keberanian untuk menerawang akan hal-hal yang rusak tentang duniaku dan untuk mengubah setiap ruas dari kesalahanku menjadi keperkasaanku. Jelas, aku tidak berminat untuk menyeretmu ke dalam suatu diskusi yang rasional. Tanpa obat dan ramuan jamu, aku ingin mengajakmu ke dalam sebuah perjalanan yang sublim dan penuh ledakan, karena aku yakin bahwa interkoneksi yang mesra antara kita manusia dan planet kita adalah sangat kritis di titik ini. Keraguanku di sini adalah seberapa jauh pemikiran-pemikiran ini bisa dicerna olehmu, karena aku masih banyak menutupi bukti-bukti di balik ceritaku dengan banyak lambang yang ambigu untuk melindungi kerapuhanku sendiri. Tanpa bermaksud untuk mengkritik kondisi yang ada saat ini ataupun memaksakan perspektif kepada siapa pun, aku berupaya dengan seluruh hatiku untuk berbagi tentang beberapa wawasan yang praktis dan yang jujur.
Akhirnya aku memberanikan diri untuk menyampaikan beberapa konsep pemikiran tentang ‘Hindia Timur Baru’, yang telah lama aku renungkan. Sebuah cara pandang tentang berbagai aspek tatanan sosial dan nilai budaya, yang aku kompilasi ke dalam serangkaian surat. Awalnya penggunaan kata ‘Hindia Timur’ sangat disangsikan oleh beberapa kolega, karena kata tersebut mengingatkan kembali akan masa penjajahan yang dialami oleh bangsaku. Pada hakikatnya, istilah ‘Hindia Timur’ beranjak dari lokasi geografis kepulauan Indonesia. Sejak Abad Pertengahan, kepulauan di sebelah timur Samudra Hindia ini telah sangat dikenal oleh Dunia Barat sebagai surga tropis yang kaya atas beragam sumber daya alam yang tak terbatas dan kebudayaan yang sangat tinggi. Hari ini, kekayaan ini masih berlimpah di kepulauan ini. Seberapa jauh kemerdekaan pikiran yang telah dimanifestasikan manusia dalam memberdayakan kekayaan ini adalah inti dari berbagai kajian yang aku paparkan. Atribut kata ‘Baru’ yang aku tambahkan di sini, menggambarkan pandangan yang progresif tentang kapasitas manusia modern dalam mengolah buminya, merayakan jati dirinya, serta dalam menghargai sesamanya. Suatu pandangan tentang potensi yang tersedia jika setiap individu dalam sebuah generasi berjangkar kepada empati, naluri, dan niat yang luhur dalam memproyeksi dirinya ke dunia luas. Suatu pandangan yang mengukuhkan kepercayaan diri.
Semua kajian ini dikelompokkan ke dalam beberapa topik yang spesifik dan ditulis dalam bahasa yang intim, sebab sesungguhnya aku ingin mempersiapkan tulisan ini ke dalam sebuah seri kapsul waktu untuk keturunanku. Bagiku kemerdekaan dalam berpikir dan berekspresi adalah suatu perjalanan yang panjang, kendati zaman imperialisme telah lama berlalu. Tujuanku adalah berbagi catatan tentang suatu proses berpikir yang masih bisa dikembangkan untuk menuju peradaban yang lebih baik, karena melalui proses yang berliku-liku ini aku sendiri terus mendapatkan inspirasi dalam memperbaiki diri. Cuplikan dari pemikiran-pemikiran ini banyak aku petik dari sejarah dan kehidupan nenek moyangku, namun aku menyampaikannya melalui sisi yang mentah dan lugas. Inilah warisan yang aku terima dari hidup, dan saatnya aku meneruskan pemberian ini untuk generasi berikutnya.
Jakarta 2016,
Melissa Sunjaya